Rabu, 11 Februari 2009

TANTRUM

Rating:★★★★
Category:Other
Tantrum Periode

source :http://listiana.telkom.us


Salah satu Fase penting dalam masa kanak-kanak adalah ‘Tantrum Periode’. Fase ini ditandai dengan seorang anak yang mulai ‘melawan’, ‘membangkang’ dan keras kepala mengikuti ‘karepe dhewe’. Dalam masa tantrum periode, secara psikologis anak mulai menerapkan apa yang dia sebut dengan menjadi lebih dewasa setelah selam ini nyaman menjadi bayi, itulah sebabnya seorang anak berusaha negosiasi dengan lingkungan tentang apa yang dia sebut dengan kemandirian dan kedewasaan. Masa ini akan terjadi berulang kali dan lama tidaknya masa ini tergantung kerja sama orang tua dan anak dalam mengolah emosi masing-masing pihak. Biasanya tantrum periode dialami saat anak menginjak usia 2 atau 3 tahun kemudian berulang kembali pada usia 5 tahun dan seterusnya.

Umumnya orang tua yang kurang mengerti menganggap anak mulai susah diatur, melawan bahkan ada orang tua yang beranggapan bahwa ‘anakku punya attitude yang memalukan’. Yang terjadi adalah orang tua mulai kehilangan kesabaran dan putus asa lalu memberi cap kepada anak misalnya, ‘anak bandel’, ’susah diatur’, ‘keras kepala’ dan cap negatif lain yang akan dibawa dalam memori anak selanjutnya.

Yang terjadi sebenarnya adalah, anak-anak mulai berinteraksi dengan emosinya yang semula masih bayi menjadi lebih dewasa. Sebagaimana kita orang tua, pada saat kita pertama masuk ke lingkungan dunia yang baru tentu kita akan mengalami kebingungan dan sedikit ‘gangguan emosi’. Anak-anak pun demikian, mereka mengalami sedikit ‘gangguan emosi’ saat mengetahui bahwa dirinya yang semula bayi harus menjadi lebih dewasa dengan aturan2 yang membingungkan.

Ada beberapa hal yang sebaiknya kita lakukan dalam menemani buah hati kita melewati masa ini :

1. Tetaplah berfikir positif bahwa anak kita adalah karunia terindah yang dikirim pada kita dalam bentuk yang sempurna sama dengan anak-anak lain. Every baby is a genius!

2. Biasakan kita untuk bernegosiasi mengenai aturan-aturan yang kita terapkan. Misalnya, ‘Kalau kakak mau mengalah pada adik, bunda akan senang sekali’. Sampaikan bahwa mengapa anak kita harus berbuat baik, apa efeknya pada diri sendiri dan orang lain. Berikan punishment yang berupa pengurangan kesenangan bukan berupa hukuman fisik. Misal,’ Kalau kakak belum bisa mengalah pada adik, Bunda tidak akan belikan mainan lagi’.

3. Berikan reward-reward kecil saat anak melakukan apa yang kita anggap baik. Reward tidak perlu berupa materi, cukup dengan senyuman, tepuk tangan dan kalimat-kalimat yang baik, misal ‘Wah, adik hebat ya selalu ucapkan terima kasih bila menerima sesuatu’.

4. Bila anak melakukan sesuatu yang kita anggap buruk, tak perlu langsung kita beri punishment, katakan saja, ‘Hari ini adik belum bisa, tapi besok sebelum pipis bilang ya’. Tak perlu kita perbesar apa yang tidak bisa dilakukan si kecil tapi perbesarlah hal-hal yang sudah bisa dia lakukan.

5. Everyday is a practice day. Anak kita bukanlah superman kecil yang langsung bisa mengerti banyak hal. Apa yang belum bisa dia lakukan hari ini, suatu saat pasti bisa dia lakukan dengan bantuan kita. Bukankah untuk membaca saja perlu waktu apalagi mengasah emosi.

6. Bila ingin menerapkan suatu aturan sampaikanlah dalam kondisi senyaman mungkin, yang tepat adalah pada saat anak akan tidur, diskusikan tentang keinginan orang tua dan tanyakan pula keinginan anak. Bisa juga dengan mengajak anak bicara pada saat anak sedang senang. Hindari adu argument saat anak masih ‘panas’ atau dengan nada yang kurang menyenangkan.

7. Temani buah hati dalam melewati masa sulit ini dengan penuh pengertian, maka dia akan menerima aturan ‘orang dewasa’ dengan penuh pengertian pula.

Maha Besar Allah dengan memberikan tantrum periode sehingga manusia tidak ’shock’ mengalami lonjakan emosi akibat perubahan dirinya. Seperti gradasi warna, emosi harus diasah dengan kehalusan ‘rasa’ bukan dengan kejutan-kejutan negatif.

Happy parenting!

5 komentar: