Senin, 02 Februari 2009

Perawatan Gigi, Mulai dari Gigi Susu

Rating:★★★★
Category:Other
Perawatan Gigi, Mulai dari Gigi Susu
sumber: www.pdgi-online.com

Kerapian gigi susu dapat menghindarkan kelainan komposisi gigi tetap. Pemiliknya pun selalu ingin memamerkan mutiara putih di mulutnya.


Gigi yang rapi, putih nan bersih menjadi modal seseorang untuk memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Untuk itu, perawatan gigi mutlak menjadi hal yang tak bisa ditawar. Ternyata, merawat gigi susu pada anak sama pentingnya dengan gigi tetap pada orang dewasa.

Jika gigi susu tidak terawat dengan baik, bisa saja terjadi kelainan pada komposisi gigi tetap. Tumbuhnya gigi pertama pada bayi memang tak ada patokan pasti. Rata-rata, mulai umur enam bulan, gigi bayi sudah mulai kelihatan. Namun, bisa saja ketika baru lahir, pada gusi tampak garis putih tanda hampir munculnya gigi pertama. Malahan, ada yang setelah ulang tahun pertama lewat, gusi masih belum menunjukkan tanda-tanda kemunculan gigi.

Di Indonesia, gigi anak-anak umumnya baru lengkap pada usia 3–3,5 tahun. Gigi-geligi yang disebut gigi susu tersebut akan tanggal satu demi satu, kemudian digantikan dengan gigi tetap. Jumlahnya sekitar 20 buah, yaitu sepuluh di atas dan sepuluh lagi di bawah. Spesialis gigi dari Hang Lekiu Medical Center drg Marianna mengatakan, gigi susu yang lengkap terdiri dari delapan gigi seri atas-bawah, empat gigi taring atas-bawah, empat geraham kecil kanan atas-bawah, serta empat geraham kecil kiri atas-bawah.

”Perawatan gigi susu sebenarnya lebih mudah dibandingkan gigi tetap karena lebih sedikit serta lebih mudah untuk orangtua memantau makanan yang dikonsumsi anak,” ujarnya. Biasanya, gigi susu rahang bawah lebih dulu timbul daripada gigi susu rahang atas. Gigi susu bayi perempuan pada umumnya timbul lebih awal daripada gigi susu bayi laki-laki.

”Bakal gigi susu sebenarnya terbentuk ketika anak masih di dalam kandungan. Karena itu, kekuatannya tergantung dari asupan gizi, terutama kalsium yang dikonsumsi ibu ketika hamil,” paparnya. Hal senada diungkapkan Associate Director Division of Dentistry Alfred I duPont Hospital for Children Wilmington, Garrett B Lyons Jr DDS.

Dia mengatakan, perawatan gigi pada bayi sebaiknya dimulai sebelum gigi pertama muncul karena sebenarnya gigi sudah terbentuk di dalam gusi. ”Ingatlah, meskipun kita tidak dapat melihat gigi pada bayi, belum tentu tidak ada. Gigi sebenarnya mulai terbentuk pada kehamilan trimester kedua. Ketika bayi lahir, sebenarnya dia telah memiliki 20 gigi utama, yang sebagian besar telah terbentuk penuh di dalam gusi,” ungkap Garrett.

Pada anak, gigi susu mempunyai fungsi istimewa yang tidak dimiliki gigi tetap, yaitu sebagai pedoman penuntun atau penunjuk arah tumbuhnya gigi tetap agar kelak tumbuh pada tempat yang sesuai. Selain itu, gigi susu juga menjaga pertumbuhan lengkung rahang sehingga susunan gigi menjadi teratur. Pergantian gigi susu ke gigi tetap pertama kali dimulai kurang lebih pada usia enam tahun dan berakhir pada usia kurang lebih 12 tahun. Salah satu tanda gigi tetap akan tumbuh umumnya didahului goyangnya gigi susu.

Hal ini karena akar gigi susu jadi pendek akibat dorongan proses keluarnya gigi tetap (resorbsi). Pergantian tersebut memiliki pola tertentu, biasanya dimulai gigi seri tengah, depan, hingga bawah. ”Terkadang orangtua kurang memperhatikan bahwa ketika gigi geraham anaknya rusak disangka gigi susu, padahal gigi tersebut sudah merupakan gigi tetap. Karena itu, perlu dicermati tanggalnya gigi susu yang sudah tergantikan oleh gigi tetap,” papar drg Marianna.

Dia menuturkan, pencabutan gigi susu yang tidak tuntas atau terlalu keras bisa saja meninggalkan akar gigi atau menyebabkan kapalan pada gusi. Jika hal ini terjadi, gigi tetap akan menembus bagian gusi yang lebih lemah, yang terletak di bagian belakang atau depan. ”Hal ini bisa menyebabkan gigi gingsul atau monyong ke depan. Tentu saja pertumbuhan gigi seperti ini dapat mengganggu fungsi maupun estetika gigi,” pungkasnya.

Biasakan Berkonsultasi

Kesadaran orangtua untuk membawa anaknya berkonsultasi dinilai masih rendah. Hal ini terlihat dari banyaknya kasus anak ke dokter gigi jika sudah terjadi masalah, misalnya ketika pipi anak bengkak karena giginya rusak. Langkah ini kurang bijaksana.

Sebaiknya, ajak si kecil ke dokter gigi setidaknya enam bulan sekali, meskipun tidak ada masalah. Alasannya, bisa saja ada makanan atau susu yang tertinggal, meski sudah dibantu orangtua membersihkannya. Bila dibiarkan, sisa makanan ini dapat merusak gigi anak. Jadi, langkah pencegahan memang selalu lebih baik.

Selain itu, dokter gigi dapat menjadi sumber informasi yang bisa dipercaya dalam menerangkan pentingnya merawat gigi dengan tepat. Sayangnya, orangtua kerap menganggap remeh kesehatan gigi anak. Padahal, kesehatan mulut dan gigi dapat mengganggu perkembangan lain.

Menurut Vincent Iannelli MD, penulis buku The Everything Father’s First Year Book dan Associate Professor Pediatrics pada UT Southwestern Medical Center Dallas, Amerika Serikat, waktu yang paling tepat untuk membawa anak ke dokter gigi berdasarkan rekomendasi The American Academy of Pediatric Dentistry, yaitu ketika anak telah memiliki gigi pertama atau tidak lebih dari usia satu tahun.

”Semakin cepat anak memeriksakan gigi ke dokter gigi, semakin cepat dia belajar menjaga kebersihan mulutnya. Misalnya, menghindari meminum susu dari botol pada malam hari, mengenal cara menyikat gigi dengan benar, dan memakan makanan yang akan mendukung pertumbuhan gigi yang sehat,” ujar Vincent. Dokter gigi akan menjelaskan lebih detail mengenai perawatan gigi si kecil.

Apabila ada pertumbuhan gigi yang belum sempurna, biasanya dokter gigi juga akan membuatkan foto rontgen (X-ray) panoramic. Melalui foto ini, orangtua dapat melihat pertumbuhan gigi dan rahangnya. Mengenai kebiasaan untuk berkonsultasi ke dokter gigi sejak awal tumbuh gigi susu juga diungkapkan drg Marianna.

Dia menyarankan, sebaiknya saat pertama kali anak diajak ke dokter gigi, hanya sebagai perkenalan. Kemudian, pada konsultasi ke dokter gigi kedua, sebaiknya tindakan yang dilakukan pun hanya memeriksa keadaan gigi.

”Yang penting, tindakan pertama tidak boleh menyebabkan trauma kepada anak. Jika anak dibiarkan mengenal dulu dokter gigi, lalu dibiarkan bermain. Misalnya, duduk di kursi yang bisa naik-turun. Kalau sudah seperti itu, tidak mustahil anak yang akan mengajak orangtua ke dokter gigi,”saran Marianna.

Sementara itu, Garrett B Lyons Jr DDS menyarankan agar anak-anak sebaiknya dibawa ke dokter gigi yang secara khusus menangani anak-anak. Dokter gigi ini biasanya terlatih untuk menghadapi beragam masalah pada gigi anak.

Memperkenalkan Perawatan sejak Dini

Sebelum gigi susu tampak, perawatan gusi harus sudah dimulai. Sebaiknya, ini dilakukan secara rutin. Beberapa hal berikut bisa menjadi bahan pertimbangan orangtua saat merawat gusi dan gigi si kecil.

Mulai perawatan sejak dini. Jika gigi baru tumbuh dua atau empat buah, bersihkan dengan kain. Jika gigi sudah tumbuh lebih dari delapan, bersihkan dengan sikat gigi bayi yang mempunyai ujung kecil dan berbulu halus atau yang berbulu karet.

Awalnya, gunakan saja air matang untuk berkumur, tanpa pasta gigi. Jika dia sudah bisa berkumur dan membuang air kumurnya, baru gunakan pasta gigi yang mengandung flourida. Usahakan flourida jangan sampai tertelan. Lebih baik gunakan pasta gigi anak-anak dan berikan secukupnya. Libatkan anak setelah dia mampu memegang sikat gigi, biasanya pada usia 18–24 bulan.

Duduk atau berdirilah bersama si kecil di depan kaca. Dari belakang si kecil, orangtua bisa memegang sikat gigi dan menggosok giginya, sedangkan tangan yang sebelah lagi memegang badan atau dagu si kecil. Menurut drg Marianna, penjelasan orangtua tentang kebersihan mulut mutlak dibutuhkan oleh anak. Berikan contoh kepada anak mengenai kebiasaan dan cara menyikat gigi yang benar.

”Satu hal yang dapat diakukan adalah mengajak si kecil bicara selama kegiatan menyikat gigi berlangsung. Dia akan menikmati acara ritualnya ini dalam suasana menyenangkan. Lambat laun dia akan merasakan betapa pentingnya menyikat gigi setiap hari,” ungkap Marianna. Jangan terlalu sering memberikan anak makanan yang manis dan mudah melekat di gigi atau gusi, seperti permen, cokelat, biskuit.

Makanan seperti itu dapat bereaksi di mulut dan akhirnya membentuk asam yang dapat merusak gigi dan dapat menimbulkan gigi berlubang, gigi tanggal sebelum waktunya, serta gangguan pada ukuran, bentuk, maupun jumlah gigi.

”Memang tidak mungkin melarang anak sama sekali tidak makan makanan manis, seperti permen dan cokelat. Untuk meminimalisasi akibat konsentrasi gula tinggi yang merusak email gigi, biasakan anak minum air putih atau berkumur. Hal ini akan menurunkan konsentrasi gula pada mulut,” tutur Marianna.

Dia juga mengingatkan bahwa penggunaan pasta gigi yang tepat untuk anak juga harus dipertimbangkan dengan baik oleh orangtua. Jangan langsung terbujuk iklan yang menawarkan berbagai rasa. Sebab, belum tentu aman untuk anak ketika tertelan terlalu banyak.

”Jangan pakai pasta gigi yang terlalu banyak karena kemungkinan tertelan oleh anak-anak, terutama yang memiliki berbagai pilihan rasa. Yang penting, ajarkan anak berkumur sejak dini,” tandasnya. Jangan lupa, siapkan makanan kaya kalsium (ikan & susu), fluor (teh, daging sapi & sayuran hijau), fosfor, serta vitamin A (wortel), C (buahbuahan), D (susu), dan E (kecambah). Mineral dan vitamin tersebut diperlukan untuk pertumbuhan gigi anak-anak. (ririn sjafriani/sindo/mbs)

2 komentar: