Jumat, 29 Januari 2010

Salah Alamat yang bikin jengkel


mau marahhh, jengkelll deh nih....

muaaf ya sodara sodara.. ibu ibu bapak bapak... hari ini ibunya rayya lagi jengkel abizzz... gimana enggak coba..
jadi nih selama ini ada tagihan kartu kredit atas nama seseorang yang selalu datang kerumah... alasannya karena no rumahnya sama, padahal udah jelas RT RW nya beda..kalau lagi pas dirumah & kurirnya dateng selalu kita tolak dan kasih tau kalau salah alamat.. nah kadang kan kita ga dirumah ya... itu tagihan dilempar ajah kerumah...biasanya kita buang ajah.. bodo amat deh

tapi tadi pagi nih koq ya iseng gw kepengen buka ni surat, pikiran gw ntar gw mau kasih tau call centre kartu kreditnya kalau salah alamat....pas dibuka.... jengjeng.....jengjeng
itu surat peringatan pertama atas tagihan yang ga dibayar bayar.... 20 juta bo.... melebihi pagu kreditnya ... hadooohhhhh!#*%$#((%)
gw langsung berpikiran macem macem dong... disuratnya diberikan waktu 7 hari... bisa bisa rumah gw didatengin debt colector dong..... mana kalau siang gw kerja lagih... demi keamanan rumah gw td nelpon call centrenya ... blablablablablba... endingnya gw disuruh dateng ke cabang terdekat... awalnya gw iya iya ajah... tapi pas dipikir pikir kenapa jadi gw yang repot ya bo.... gw telpon balik tu call centre pake acara ngancam kali ini... akhirnya katanya mau diteruskan ke bagian investigasi...
kayaknya sih ada kesalahan.. ga tau banknya yg salah ketik atau orangnya yg kasih alamat palsu... tapi kalau apply KK kan pake KTP yak? rumah gw blok G nah kalau dilihat dari RT & RW di tagihannya sih harusnya blok H... nah... 2 huruf itu deketan kan...
besok gw mau datengin tu rumah....TO BE CONTINUED

Senin, 18 Januari 2010

main pasir




suatu weekend, ditemani enin & abah.. rayya mencoba sepatu boot ...dibeli bukan karena musim hujan, tapi supaya rayya mau main pasir ehehheheeh soalnya kalau pake sandal pasti langsung jerit jerit kotor kotor... hmmmmmmm knapa begitu ya?
akhirnya berkat sepatu boot itu rayya enjoy banget main pasir... sampai ga mau disuruh pulang ;p
setelah asik main pasir pulangnya kita mampir makan siang di nasi pecel madiun,... tempatnya asik deh.. luas banget dan buanyakkk pohonnya
kalau ada yang kesana, jangan lupa mampir kerumah rayya ya :p

Minggu, 17 Januari 2010

Joget gaya baru




waktu mudik idul adha 2009, kita sekeluarga besar makan mie godog rame rame, trus disana ada penngamen yang mangkal.. suaranya bagus & musiknya juga enak.. rayya aja sampai tergoda untuk joget...(kejadian yang sangat langka...)

panen rambutan

sudah 2 tahun ini, rambutan depan rumah berbuah... banyak deh.. semua tetangga se RT kebagian lah heheheheh rambutannya enak, manis & "ngelotok" siapa yang mau petik langsung, silakan mampir ...


Selasa, 12 Januari 2010

Sudahkan kita memenuhi tanggung jawab kita sebagai seorang ibu yang baik bagi anak-anak tercinta kita dirumah..?

Rating:★★★★★
Category:Other
Mungkin cerita ini sudah pernah dibaca diberbagai surat elektronik or millis... buat saya pribadi cerita dibawah ini adalah pelajaran yang sangat berharga... (berkali kali baca tetep nangis....) makanya saya post disini sebagai reminder bahwa ada yang lebih berharga menunggu kita dirumah....

love u always rayya...maafkan ibu kalau belum bisa menemanimu dirumah, tapi ibu berusaha semaksimal mungkin, waktu yang ibu punya diluar jam kantor adalah milik kita bersama... doakan semoga ibu bisa memilih jalan lain yang lebih membawa faedah yang baik untuk keluarga kita, amiennnn

sumber : http://ayahkita.blogspot.com/
Selamat Hari Ibu 22 Desember 2009, Sudahkan kita memenuhi tanggung jawab kita sebagai seorang ibu yang baik bagi anak-anak tercinta kita dirumah..?

Dewi adalah sahabat saya, ia adalah seorang mahasiswi yang berotak cemerlang dan memiliki idealisme yang tinggi. Sejak masuk kampus, sikap dan konsep dirinya sudah jelas: meraih yang terbaik di bidang akademis maupun profesi yang akan digelutinya. ''Why not to be the best?,'' begitu ucapan yang kerap kali terdengar dari mulutnya, mengutip ucapan seorang mantan presiden Amerika.

Ketika Kampus, mengirim mahasiswa untuk studi Hukum Internasional di Universiteit Utrecht-Belanda, Dewi termasuk salah satunya.

Setelah menyelesaikan kuliahnya, Dewi mendapat pendamping hidup yang ''selevel''; sama-sama berprestasi, meski berbeda profesi. tak lama berselang lahirlah Bayu, buah cinta mereka, anak pertamanya tersebut lahir ketika Dewi diangkat manjadi staf diplomat, bertepatan dengan suaminya meraih PhD. Maka lengkaplah sudah kebahagiaan mereka.

Ketika Bayu, berusia 6 bulan, kesibukan Dewi semakin menggila. Bak seekor burung garuda, nyaris tiap hari ia terbang dari satu kota ke kota lain, dan dari satu negara ke negara lain. Sebagai seorang sahabat setulusnya saya pernah bertanya padanya, "Tidakkah si Bayu masih terlalu kecil untuk ditinggal-tinggal oleh ibundanya ?" Dengan sigap Dewi menjawab, "Oh, saya sudah mengantisipasi segala sesuatunya dengan sempurna". "Everything is OK !, Don’t worry Everything is under control kok !" begitulah selalu ucapannya, penuh percaya diri.

Ucapannya itu memang betul-betul ia buktikan. Perawatan anaknya, ditangani secara profesional oleh baby sitter termahal. Dewi tinggal mengontrol jadwal Bayu lewat telepon. Pada akhirnya Bayu tumbuh menjadi anak yang tampak lincah, cerdas mandiri dan mudah mengerti.

Kakek-neneknya selalu memompakan kebanggaan kepada cucu semata wayang itu, tentang betapa hebatnya ibu-bapaknya. Tentang gelar Phd. dan nama besar, tentang naik pesawat terbang, dan uang yang berlimpah. "Contohlah ayah-bundamu Bayu, kalau Bayu besar nanti jadilah seperti Bunda". Begitu selalu nenek Bayu, berpesan di akhir dongeng menjelang tidurnya.

Ketika Bayu berusia 5 tahun, neneknya menyampaikan kepada Dewi kalau Bayu minta seorang adik untuk bisa menjadi teman bermainnya dirumah apa bila ia merasa kesepian.

Terkejut dengan permintaan tak terduga itu, Dewi dan suaminya kembali meminta pengertian anaknya. Kesibukan mereka belum memungkinkan untuk menghadirkan seorang adik buat Bayu. Lagi-lagi bocah kecil inipun mau ''memahami'' orangtuanya.

Dengan Bangga Dewi mengatakan bahwa kamu memang anak hebat, buktinya, kata Dewi, kamu tak lagi merengek minta adik. Bayu, tampaknya mewarisi karakter ibunya yang bukan perengek dan sangat mandiri. Meski kedua orangtuanya kerap pulang larut, ia jarang sekali ngambek. Bahkan, tutur Dewi pada saya , Bayu selalu menyambut kedatangannya dengan penuh ceria. Maka, Dewi sering memanggilnya malaikat kecilku. Sungguh keluarga yang bahagia, pikir saya. Meski kedua orangtuanya super sibuk, namun Bayu tetap tumbuh dengan penuh cinta dari orang tuanya. Diam-diam, saya jadi sangat iri pada keluarga ini.

Suatu hari, menjelang Dewi berangkat ke kantor, entah mengapa Bayu menolak dimandikan oleh baby sitternya. Bayu ingin pagi ini dimandikan oleh Bundanya," Bunda aku ingin mandi sama bunda...please...please bunda", pinta Bayu dengan mengiba-iba penuh harap.

Karuan saja Dewi, yang detik demi detik waktunya sangat diperhitungkan merasa gusar dengan permintaan anaknya. Ia dengan tegas menolak permintaan Bayu, sambil tetap gesit berdandan dan mempersiapkan keperluan kantornya. Suaminya pun turut membujuk Bayu agar mau mandi dengan baby sitternya. Lagi-lagi, Bayu dengan penuh pengertian mau menurutinya, meski wajahnya cemberut.

Peristiwa ini terus berulang sampai hampir sepekan. "Bunda, mandikan aku !" Ayo dong bunda mandikan aku sekali ini saja...?" kian lama suara Bayu semakin penuh tekanan. Tapi toh, Dewi dan suaminya berpikir, mungkin itu karena Bayu sedang dalam masa pra-sekolah, jadinya agak lebih minta perhatian. Setelah dibujuk-bujuk, akhirnya Bayu bisa ditinggal juga dan mandi bersama Mbanya.

Sampai suatu sore, Dewi dikejutkan oleh telpon dari sang baby sitter, "Bu, hari ini Bayu panas tinggi dan kejang-kejang. Sekarang sedang di periksa di Ruang Emergency".

Dewi, ketika diberi tahu soal Bayu, sedang meresmikan kantor barunya di Medan. Setelah tiba di Jakarta, Dewi langsung ngebut ke UGD. Tapi sayang... terlambat sudah...Tuhan sudah punya rencana lain. Bayu, si malaikat kecil, keburu dipanggil pulang oleh Tuhannya.. Terlihat Dewi mengalami shock berat. Setibanya di rumah, satu-satunya keinginan dia adalah untuk memandikan putranya, setelah bebarapa hari lalu Bayu mulai menuntut ia untuk memandikannya, Dewi pernah berjanji pada anaknya untuk suatu saat memandikannya sendiri jika ia tidak sedang ada urusan yang sangat penting.

Dan siang itu, janji Dewi akhirnya terpenuhi juga, meskipun setelah tubuh si kecil terbujur kaku. Ditengah para tetangga yang sedang melayat, terdengar suara Dewi dengan nada yang bergetar berkata "Ini Bunda Nak...., Hari ini Bunda mandikan Bayu ya...sayang....! akhirnya Bunda penuhi juga janji Bunda ya Nak.." . Lalu segera saja satu demi satu orang-orang yang melayat dan berada di dekatnya tersebut berusaha untuk menyingkir dari sampingnya, sambil tak kuasa untuk menahan tangis mereka.

Ketika tanah merah telah mengubur jasad si kecil, para pengiring jenazah masih berdiri mematung di sisi pusara sang Malaikat Kecil. . Berkali-kali Dewi, sahabatku yang tegar itu, berkata kepada rekan-rekan disekitanya, "Inikan sudah takdir, ya kan..!" Sama saja, aku di sebelahnya ataupun di seberang lautan, kalau sudah saatnya di panggil, ya dia pergi juga, iya kan?". Saya yang saat itu tepat berada di sampingnya diam saja. Seolah-olah Dewi tak merasa berduka dengan kepergian anaknya dan sepertinya ia juga tidak perlu hiburan dari orang lain.

Sementara di sebelah kanannya, Suaminya berdiri mematung seperti tak bernyawa. Wajahnya pucat pasi dengan bibir bergetar tak kuasa menahan air mata yang mulai meleleh membasahi pipinya.

Sambil menatap pusara anaknya, terdengar lagi suara Dewi berujar, "Inilah konsekuensi sebuah pilihan!" lanjut Dewi, tetap mencoba untuk tegar dan kuat.

Angin senja meniupkan aroma bunga kamboja yang menusuk hidung hingga ke tulang sumsum. Tak lama setelah itu tanpa di duga-duga tiba-tiba saja Dewi jatuh berlutut, lalu membantingkan dirinya ke tanah tepat diatas pusara anaknya sambil berteriak-teriak histeris. "Bayu maafkan Bunda ya sayaang..!!, ampuni bundamu ya nak...? serunya berulang-ulang sambil membenturkan kepalanya ketanah, dan segera terdengar tangis yang meledak-ledak dengan penuh berurai air mata membanjiri tanah pusara putra tercintanya yang kini telah pergi untuk selama-lamanya. Sepanjang persahabatan kami, rasanya baru kali ini saya menyaksikan Dewi menangis dengan histeris seperti ini.

Lalu terdengar lagi Dewi berteriak-teriak histeris "Bangunlah Bayu sayaaangku....Bangun Bayu cintaku, ayo bangun nak.....?!?" pintanya berulang-ulang, "Bunda mau mandikan kamu sayang.... Tolong Beri kesempatan Bunda sekali saja Nak.... Sekali ini saja, Bayu.. anakku...?" Dewi merintih mengiba-iba sambil kembali membenturkan kepalanya berkali-kali ke tanah lalu ia peluki dan ciumi pusara anaknya bak orang yang sudah hilang ingatan. Air matanya mengalir semakin deras membanjiri tanah merah yang menaungi jasad Bayu.

Senja semakin senyap, aroma bunga kamboja semakin tercium kuat manusuk hidung membuat seluruh bulu kuduk kami berdiri menyaksikan peristiwa yang menyayat hati ini...tapi apa hendak di kata, nasi sudah menjadi bubur, sesal kemudian tak berguna. Bayu tidak pernah mengetahui bagaimana rasanya dimandikan oleh orang tuanya karena mereka merasa bahwa banyak hal yang jauh lebih penting dari pada hanya sekedar memandikan seorang anak.

Semoga kisah ini bisa menjadi pelajaran berharga bagi kita semua para orang tua yang sering merasa hebat dan penting dengan segala kesibukannya.

=============================================

Kami segenap Mangement Ayah Edy mengucapkan selamat Hari Ibu, semoga kita terus mau berupaya dan belajar untuk menjadi ibu yang lebih baik dari hari ke hari bagi anak-anak tercinta kita dirumah.

MARI KITA BANGUN INDONESIA YANG KUAT DARI KELUARGA MELALUI ANAK-ANAK KITA TERCINTA !

Lets Make Indonesian Strong from Home !
Diposkan oleh Ayah Edy di 02:54

Jumat, 08 Januari 2010

mencari sekolahnya manusia untuk anak

Rating:★★★★★
Category:Other
Mencari Sekolahnya Manusia untuk Anak : Quality Time di Lazuardi GIS
Share

sumber : smart parenting
http://www.facebook.com/note.php?note_id=205537068549
Monday, December 14, 2009 at 1:41pm
Melewati bulan Desember beberapa orang tua mulai ribut dengan urusan memilih sekolah untuk anak di jenjang manapun, untuk kemudian menetapkan strategi apa yang perlu dipersiapkan anak dan orang tuanya untuk masuk sekolah tersebut.

Betapa banyak sekolah yang mengaku favorit, dan menetapkan standar masuk yang tinggi kemudian terbukti tidak manusiawi dalam mendidik anak kita. Mulai dari SD sampai SMU. Anak kita yang di awal kehidupannya adalah seorang juara, dengan default factory setting bermodal mental climber, perlahan-lahan dirubah menjadi manusia setengah robot dengan hati dan mental yang kerdil, lewat pola ajar dalam kelas yang penuh derita. Berkat tekanan kognitif dipadu teacher talking time dan aktivitas kelas yang garing.

Pak Munif mengungkap fakta-fakta tersebut dalam seminar Mencari Sekolahnya Manusia di Lazuardi GIS hari Sabtu yang lalu. Maraknya tawuran dan meresahkannya perilaku remaja saat ini, adalah bentuk berontaknya jiwa-jiwa di dalam diri anak bangsa yang penuh tekanan, baik tekanan kognitif dari sekolah, pola asuh di rumah yang tidak mendukung plus pergaulan yang bermasalah.

Hasilnya, ketika genap pendidikan mereka di Perguruan Tinggi mereka jadi manusia pas-pasan, kalah saing di bursa tenaga kerja, tidak cukup kreatif, innovatif dan produktif untuk jadi pengusaha. Mentalnya kropos menghadapi kompetisi hidup dan gamang untuk melangkah. Walaupun pendidikan mereka terbilang tinggi, selesai S1 atau S2.

How Come..?? Bagaimana mungkin itu semua terjadi tanpa kita para ortu menyadarinya. Karena kita adalah murni hasil didikan sistem yang sama. Jadi kalau ada penolakan dari anak, baik dalam bentuk pemberontakan di dalam kelas, nilai-nilai yang tidak standar atau PR yang tidak diselesaikan, maka yang dianggap salah adalah anaknya. Ortu dengan serta merta berusaha memacu performance anak di kelas dengan segala cara yang ortu ketahui demi memompa prestasi belajarnya.

Tanpa pernah menggali dari pihak anak apa sih sebenarnya masalah dan kesulitan mereka, apa keinginan dan harapan mereka terhadap Guru, Kelas, Sekolah dan Ortunya. Kemudian berjuang memperbaiki habitat anak di sekolah dan di rumah agar anak bisa lebih bahagia dan produktif. Menurut Pak Munif umumnya sekolah yang ada saat ini hanya mampu menghasilkan genarasi Camper dan Quitter. Sungguh untuk membangun generasi Climber peran yang dilakoni sekolah pada umumnya harus direformasi. Karena sekolah berkualitas mengkontribusi 75% modal seorang Climber.

Saya terusik untuk menuliskan ini karena saya pribadi adalah contoh orang tua yang pernah melakukan tekanan kognitif pada anak. Memberi beban jiwanya dengan harpan-harapan yang saya anggap pantas buat anak, tanpa pernah berusaha mencari apa yang sebetulnya yang dia inginkan. Menganggap anak saya yang kurang berusaha saat prestasi nilainya fail, kemudian mencekokinya dengan penderitaan tambahan di rumah demi memompa prestasinya. Akibatnya Sulung saya mengalami demotivasi sekolah, padahal baru duduk di kelas 5 SD. Something Must Be Changed…

Saya pun berusaha ikut seminar ke sana ke mari demi mencerahkan pengetahuan saya tentang kebutuhan belajar anak-anak. Terakhir seminar dengan Bobbi De Porter, membawa saya pada sebuah dilema. Netta, Si Sulung jelas sudah jadi korban kejamnya pemasungan potensi otak akibat beban kognisi dan teaching style yang tidak sesuai dengan learning stylenya. Apakah saya harus menjebak 3 adiknya Fella 5.6, Faza 4.2 dan Ghazi 2.8 tahun pada jalan yang sama. Apakah ortu yang menyekolahkan anak di SD Negeri harus mengalami dilema seperti saya.

Ternyata hasil share mengatakan, banyak sekolah swasta yang mahal pun memberi tekanan yang sama. Cirinya anak tidak suka sekolah, lelah lahir batin dan butuh banyak intervensi orang tua untuk menjalani kewajiban kognisi yang mereka bawa dari sekolah seperti PR dan persiapan ulangan. Jadinya sekolah mahal yang sepertinya bonafide, lengkap dengan serentetan tes masuk, belum terjamin mampu jadi sekolahnya manusia.

So, saya semakin dicengkram kebimbangan, terpikir untuk memberi 3 anak saya Home Schooling saja, meski terbentur kurikulum yang harus dipersiapkan, butuh banyak usaha untuk siap HS. Di salah satu kesempatan Chat dengan Mba Yanti DP, beliau mengundang saya untuk bertemu di Sharing Bintang Bangsaku dengan Margareth Shore, seorang aktivis pendidikan dari Ausie yg mendalami Early Childhood Education. Beliau juga mendirikan Sekolahnya Manusia di Jogja “My School”.

Dari sharing itu Bu Margareth mengatakan.. kalau anak kita bukan tipe yang bisa duduk manis karena cenderung kinestetik berat, maka mendudukkan mereka di bangku kelas utk mendengarkan teacher talking time dan mengerjakan tugas yang penuh dengan menulis adalah sebuah upaya pembunuhan karakter, bukan pendidikan. Jika dipaksakan anak akan mengalami demotivasi sekolah hingga mereka kehilangan minat belajar. Pesis yang saya alami dengan si sulung. Tekad saya untuk memberikan 3 anak saya Home Schooling jadi semakin kuat, minimal sampai usia mereka genap 7 tahun. Buat apa masuk TK yang pake nyanyi tangan ke atas, tangan ke samping kemudian dudukyang manis, bahkan diusia segitu anak harus duduk manis. Mereka butuh bergerak, perkembangan otak mereka pun butuh anak untuk banyak bergerak. Gak heran Fella menyatakkan gak mau sekolah, karena di TKnya jalan-jalan di dalam kelas sudah mulai dilarang…

Menurut Pak Munif, apapun kondisinya anak kita tetap membutuhkan adaptasi dengan lingkungan pergaulan di sekolah, termasuk menghadapi tekanan kondisi yang tidak selalu sama dengan diri mereka dan pergaulan yang buruk. Alih-alih menjauhkan anak kita dari pergaulan yang buruk, sebaiknya anak kita dididik dengan Character Building yang baik, sehingga dapat menjadi agent of change dan menginfluence lingkungan yang buruk jadi lebih baik lewat kehadirannya.

Sekolah di Jakarta saja banyak yang belum siap dengan melesatnya kemampuan otak calon murid SD berkat berkembangnya stimulasi tumbuh kembang anak pada pola asuh di rumah dan konsep TK modern. Akibatnya menurut Mba Yanti DP, banyak alumni TKnya yang mengalami tekanan di SD akibat berkembangnya otak mereka melebihi kemampuan guru kelas 1 SD mengakomodasi. Ada alumni mulutnya di lakban karena kebanyakan bicara . Ada juga yang diancam dengan gunting, karena tidak bisa duduk manis. Tidak heran Indonesia ada diperingkat keempat dari bawah dalam hal kualitas pendidikan dari 106 negara. Masya Allah…

Maka seminar Pak Munif tentang tips mencari sekolahnya manusia penting untuk diperhatikan. Ada 8 poin yang harus dimiliki sebuah sekolah untuk disebut Sekolahnya Manusia yaitu :

1. Pendidikan di dalamnya mengintegrasi Jasmani dan Ruhani dengan Agama dan Akhlak, memiliki 60% muatan agama dalam koridor Character Building, yang masuk bersama-sama materi Umum. Agama bukan sebagai pelajaran bermuatan kognitif tapi lebih ke pengelolaan akhlak lewat Character Building.

2. Sekolah berperan sebagai Agent of Change, mampu merubah kondisi awal siswa yang negatif menjadi positif. Cirinya sekolah ini tidak akan memakai perangkat serentetan tes masuk. Melainkan memakai Multiple Intelegence Research. Siapa saja diterima di sekolah ini, bukan hanya yang ‘dianggap’ bodoh dan nakal, tetapi juga yang dianggap memiliki keterbatasan fisik atau kemampuan otak seperti cacat fisik, CP, autis dsb.

3. Sekolah memiliki The Best Process dalam aktivitas kelas. Belajar dengan cara yang menyenangkan, 30% Teacher Talking Time, sisanya 70% siswa belajar dengan active learning. Learning Style = Teaching Style, hasilnya pelajaran jadi mudah dan menyenangkan. Jauhkan kesan kelas sebagai penjara terkejam, yang hanya mampu menghasilkan manusia bermental robot.

4. Sekolah memiliki the best teachers. Guru menjadi katalisator dasn fasilitator proses transfer knowledge yang asyik. Guru terhindar dari Virus 4T, penyebab Disteachia. Guru mampu membuat Lesson plan yang sesuai dengan learning style murid-muridnya.

5. Terjadi Active Learning. Siswa belajar dengan aktif tidak hanya secara pasif mau tidak mau harus mendengar guru. Hasilnya siswa tidak hanya TAHU APA, tapi juga tahu BISA APA. Menggunakan pendekatan strategi mengajar Multiple Intelegence sesuai kerja otak siswa.

6. Ada Applied Learning, sekolah mengaitkan materi belajar dengan kehidupan sehari-hari, sehingga siswa tidak hanya belajar konsep abstrak tapi juga pembelajaran langsung diaplikasikan pada kehidupan sehari-hari.

7. Mengaplikasikan Pendekatan Multiple Intelegences dan penggunaan MIR, sebagai pemantik kreativitas anak, fasilitator tentang kebiasaan yang perlu dikembangkan ortu dan mempercepat anak menemukan kondisi akhir terbaik bagi dirinya. Bagi Guru MIR juga dapat dijadikan pijakan dalam pembuatan lesson plan.

8. Penilaian otentik diterapkan dalam setiap pengambilan nilai evaluasi hasil belajar. Ciri penilaian otentik adalah : 1.Soal berkualitas dan bisa dikerjakan siswa, 2.Sifatnya Ability Test bukan Disability Test, 3.Penilaian dapat digunakan untuk Discovering Ability, 4.Kemampuan anak dinilai berdasar perkembangannya dari waktu ke waktu, dan tidak membandingkannya dengan siswa lain, 5.Penilaian berbasis proses, bukan pada akhir pembelajaran seperta Ujian Akhir yang ada.

Sounds like Sekolahnya Manusia is too good to be true.. Pasti akan muncul pertanyaan di mana adanya sekolah yang manusiawi ini. Apakah membutuhkan biaya yang besar untuk menyekolahkan anak-anak kita di sana..? Jawabannya silahkan mencari tahu di wilayah anda adakah sekolah yang berciri di atas. Karena sekolah terbaik haruslah juga terjangkau dan dekat dari rumah.

Jika sudah terlanjur memasukkan anak di sekolah yang ada atau sekolah negeri apa akhir segalanya…? Tentu tidak, yuk kita tambal kebutuhan belajar anak dari rumah. Demi menjadikan mereka Life Long Learner sejati. Sambil perlahan-lahan membuka dialog dengan sekolah dan menularkan virus positif ini. Get Smarter Everyday..!!

P.S buat yang masih bingung dengan 8 point di atas.. Please.. Baca buku Sekolahnya Manusia..

Kamis, 07 Januari 2010

pilah pilih sekolah

Rating:★★★★★
Category:Other
Tips Pilah Pilih Sekolah
sumber : http://www.tamankreativitas.com/?do=artikel&pages=detail&aid=2

19 January 2007
Bulan Juni mendatang, tahun ajaran akan berakhir. Untuk Ayah & Ibu yang putra-putrinya duduk di bangku TB-B artinya harus sudah mulai memikirkan; ke sekolah mana akan melanjutkan jenjang TK, sedang orangtua murid TK bahkan mungkin sudah sejak beberapa bulan terakhir ini sibuk \\\\\\\\\\\\\\\" hunting \\\\\\\\\\\\\\\" SD

Di bawah ini adalah uraian tips dari Psikolog Taman Kreativitas Anak Indonesia, Dr. Rose Mini A. Prianto M.Psi yang mudah-mudahan bisa dimanfaatkan oleh Ayah & Ibu dalam mencari dan memutuskan pilihan sekolah untuk ananda tercinta...

Hal paling mendasar yang harus dilakukan oleh orangtua dalam upaya mencari sekolah untuk putra-putrinya adalah :

1. Mengevaluasi diri orangtua sendiri
2. Melakukan kunjungan ke sekolah-sekolah yang menjadi pilihan

Selanjutnya, bu Romy menjabarkan kedua hal di atas secara lebih rinci;

1. Orangtua harus mengevaluasi serta bertanya pada diri sendiri untuk kemudian
menetapkan :

(a) Falsafah & nilai-nilai yang dimiliki oleh keluarga. Tentunya orangtua menginginkan bahwa di sekolah manapun, anak akan belajar dan mendapatkan falsafah serta nilai-nilai yang selaras dengan yang dimiliki oleh keluarga.

(b) Visi & misi keluarga. Tujuan orangtua menyekolahkan anaknya akan membentuk harapan atas apa yang akan didapat anak di sekolah.

(c) Nuansa sekolah yang dicari. Apakah orangtua menginginkan sekolah yang memiliki nuansa tertentu, seperti religius atau berbahasa asing?

(d) Dana yang dimiliki. Kebanyakan orang salah kaprah dengan menyimpulkan bahwa sekolah yang baik adalah sekolah yang mahal, oleh karena itu banyak orangtua memaksakan diri untuk menyekolahkan anaknya dengan alasan bahwa apapun akan dilakukan asalkan si anak mendapat pendidikan terbaik. Tetapi sesungguhnya salah satu \\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\"pelajaran\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\" hidup yang sangat penting diberikan kepada anak kita adalah bagaimana menerima diri apa adanya dan tidak memaksakan diri untuk berada di luar batas kemampuannya.

(e) Seberapa jauh orangtua memiliki kemampuan untuk menunjang pendidikan anaknya di rumah? Ada banyak kasus yang menunjukkan bahwa orangtua berharap, sekolah bisa menjadi pengganti diri dan fungsinya. Orangtua sibuk mencari nafkah, tidak sempat mengajarkan budi pekerti, sehingga diharapkan anak-anak belajar tentang budi pekerti dari guru-gurunya di sekolah. Orangtua merasa tidak memiliki kemampuan berbahasa asing, maka anaknya disekolahkan di sekolah dwi-bahasa, dengan harapan bahwa kelak dalam kehidupannya, si anak akan fasih berbahasa asing. Jangan pernah lupa, bahwa konsistensi adalah faktor terpenting dalam pendidikan anak, apalagi di usia dini. Akan percuma si anak belajar tentang budi pekerti di sekolah, jika di rumah tidak ada yang memberi contoh. Sama halnya, seperti penggunaan bahasa asing di sekolah, padahal di rumah bahasa itu tidak pernah dipakai. Ketidak konsistenan seperti itu hanya akan menjadi potensi masalah bagi si anak dan oleh karena itulah orangtua sebaiknya menimbang betul kemampuannya dalam menunjang pendidikan anak di rumah.


2. Orangtua harus melakukan kunjungan ke sekolah-sekolah yang menjadi pilihan untuk anaknya, supaya dapat melihat sendiri keadaan di sana, menangkap suasana serta bertanya-jawab langsung dengan pihak sekolah maupuan orangtua dari murid di sekolah tersebut. Saat melakukan kunjungan ini, datanglah dulu sendirian agar dapat leluasa mengobservasi keadaan sekolah dan bertanya jawab. Jika kemudian orangtua merasa cocok dengan apa yang dilihat & didengarnya, rencanakan kunjungan ke-2 bersama anak, agar orangtua bisa melihat apakah anak merasa cukup nyaman di sekolah itu (beberapa sekolah menawarkan fasilitas uji coba / trial, pakailah!). Namun perlu diingat bahwa kemampuan setiap anak untuk beradaptasi di lingkungan baru berbeda. Jika anak menangis dan kelihatan takut, bukan berarti bahwa sekolah itu buruk dan tidak cocok untuknya. Beberapa informasi penting yang perlu dicari mengenai sekolah tersebut adalah:

(a) Program
Orangtua perlu dan boleh bertanya, bagaimana konsep dan sistem pengajaran di sekolah itu; apakah kreativitas, pemikiran kritis dan keterlibatan aktif murid dianggap penting? apakah perbedaan kemampuan tiap anak diakomodasi dengan baik? seimbangkah antara kegiatan akademis (intrakurikuler) dengan kegiatan ekstrakurikuler? Khusus untuk Taman Bermain dan Taman Kanak-kanak, pastikanlah bahwa sesuai namanya, kegiatan bermain di sekolah itu memiliki porsi yang jauh lebih besar dibandingkan kegiatan belajar. Kalaupun ada kegiatan 3M (membaca, menulis & menghitung) di TK, pastikan bahwa kegiatan itu hanya sebatas pengenalan dan berlangsung sambil bermain, karena untuk pendidikan anak usia pra-SD, penekanannya tetap pada aspek bermain dan justru pelajaran yang seharusnya didapatkan oleh anak usia dini adalah pelajaran mengenai \\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\"life skills\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\" seperti belajar berteman, sopan santun, adaptasi di lingkungan luar rumah, mandiri dalam rutinitas keseharian (makan, pakai baju, ke kamar mandi, dll). Intinya, program sekolah yang baik harus dapat memberikan pendidikan sekaligus pengajaran kepada muridnya.

(b) Guru
Tanyakanlah kualifikasi dan latar belakang pendidikan guru-guru yang mengajar di sekolah tersebut. Guru yang memahami psikologi dan masalah perkembangan anak tentunya akan lebih mampu mendidik dan mengajar muridnya dibandingkan dengan guru yang hanya sekedar menyampaikan materi pelajaran sesuai kurikulum. Tanyakan juga berapa lama masing-masing guru mengajar di sekolah tersebut. Suatu sekolah yang memiliki guru-guru yang sering keluar-masuk tidak dapat dikategorikan sebagai sekolah yang baik, karena besar kemungkinannya bahwa ada ketidakcocokan antara guru dan konsep pengajaran yang diterapkan di sekolah itu. Jangan lupa untuk minta ijin mengamati kegiatan belajar di kelas, supaya dapat menangkap suasana interaksi antara guru & murid di sekolah itu. Akan lebih baik lagi jika kita bisa menangkap suasana interaksi di antara para guru di sekolah itu. Sebuah tim yang solid dan kompak tentunya akan menghasilkan proses pengajaran & pendidikan yang konsisten.

(c) Fasilitas
Untuk dapat dikatakan memiliki fasilitas yang memadai, sebuah sekolah tidak perlu dilengkapi dengan kolam renang dan alat permainan yang canggih atau diimport dari luar negeri. Yang terpenting adalah bahwa sekolah itu memiliki fasilitas dengan standar kebersihan, kemanan dan kenyamanan yang baik untuk anak. Fasilitas standar yang harus dimiliki sebuah Taman Bermain & TK adalah:

- Halaman; walaupun tidak seluas lapangan bola, namun sekolah harus memiliki lahan berumput dengan pepohonan rindang yang memungkinkan murid-muridnya bermain dengan aman dan nyaman. Tanaman yang ada di halaman sekolah itu harus terawat dengan baik, karena hal ini berkaitan erat dengan kesehatan anak.

- Ruang Belajar / Kelas; idealnya ruangan ini minimal berukuran 7x8m, karena jika lebih kecil dari itu akan tidak nyaman untuk dipakai dalam proses belajar mengajar, apalagi mengingat usia murid masih sangat muda

- Tempat Bermain; idealnya, sekolah memiliki tempat bermain di dalam, selain di halaman. Tempat ini bisa saja merupakan tempat berlangsungnya kegiatan belajar-mengajar di dalam (indoor)

- Ruang Guru; adanya ruang guru menunjukkan bahwa sekolah memiliki sistem manajemen. Selain itu ruang guru juga memiliki makna bahwa para guru memiliki tempat untuk bertemu dan melakukan kegiatan bersama-sama.

- Alat Peraga & Permainan; walaupun bukan merupakan alat yang canggih atau bermerek terkenal, namun sekolah yang baik haruslah memiliki alat peraga serta permainan yang bervariasi. Dari alat peraga dan permainan ini juga kita bisa melihat kreativitas pihak sekolah dalam pengadaan sarana belajar.

- Perpustakaan; walaupun mungkin tidak memiliki ruangan khusus, tetapi idealnya sekolah mempunyai kumpulan buku untuk murid maupun gurunya.

Dari seluruh tips yang tertulis di atas, hal terpenting yang harus diingat oleh orangtua adalah bahwa sekolah HANYA merupakan salah satu mitra dalam upaya pendidikan dan pengajaran anak. Jangan mengharapkan bahwa anak akan berkembang jika orangtua tidak ikut berperan dan bertanggung jawab dalam proses pendidikannya. Walau bagaimanapun juga, pendidikan yang paling bermakna dan membekas bagi anak adalah yang ia dapatkan di rumah, dari orangtua dan anggota keluarganya.

Selamat berburu sekolah, semoga sukses!

Februari 2004

****************************************
ditulis oleh Dra. Rosemini A. Prianto MPsi
untuk orangtua murid Taman Kreativitas Anak Indonesia

Ketahui Waktu Tepat Anak Masuk Sekolah

Rating:
Category:Other
Ketahui Waktu Tepat Anak Masuk Sekolah

KEBIASAAN hidup disiplin yang sudah diajarkan anak pada usia pre school, dirasa perlu oleh sebagian besar orangtua karena akan berdampak baik untuk pendidikannya.

Disiplin yang diterapkan tidak hanya berlaku di sekolah saja, tapi juga di rumah. Kesibukan di rumah seperti membereskan kamarnya sendiri, meletakkan alat-alat permainan dan alat sekolahnya sendiri, merupakan aktivitas yang mengajarkan tata tertib dan disiplin.

Pertanyaannya kini, pada usia berapakah anak sudah bisa diajari disiplin dan sekolah? Apakah untuk mengajari disiplin pada anak dapat dilihat dari jenjang pendidikannya mulai dari tahap pre school hingga kuliah?

Menurut hal itu, psikolog anak Elly Risman Musa Psi, memiliki cara pandang berbeda. Menurutnya, di dalam otak anak, belajar itu duduk dan membuka buku, sedangkan orangtua tidak mengerti bahwa dalam belajar itu perlu bermain.

"Bahwa bermain juga merupakan proses pembelajaran kita tidak mengerti. Makanya orangtua harus mengerti dulu baru membawa serta anaknya. Misalnya ketika naik pesawat maka kita harus mengikuti prosedur penerbangan. Bagi Anda dan anak, maka tolong diri anak terlebih dahulu baru Anda," kata Elly saat ditemui okezone di hotel Nikko, beberapa waktu lalu.

Anak usia 3 tahun yang telah dimasukkan dalam pre school, di dalam rumahnya pun belum mengerti aturan sepatu harus ditaruh di mana atau sebelum makan harus cuci tangan. Bahkan, orangtua harus rajin memberi tahu mereka.

"Anak-anak itu di dalam rumahnya saja belum bisa menyesuaikan diri secara sempurna dengan aturan-aturan yang ada. Sekarang kita masukkan lagi dalam lingkungan baru yaitu sekolah. Padahal ada 6 yang harus disesuaikan oleh diri masing-masing anak. Yaitu gedung, situasi jalan, guru, teman-temannya, tentang letak barang, tentang pelajaran, di mana harus buang air kecil atau BAB," terang psikolog lulusan UI yang melanjutkan Program Masternya di Summer Course at University of Hawaii.

Anak berusia 3 tahun, lanjut Elly, sambungan otaknya belum mencapai apa yang diinginkan orangtua. Baru mencapai 1 triliun, tapi kita hadapkan dengan situasi baru terus menerus.

Apalagi bila ada guru yang tidak tahu, dan menyuruh anak untuk selalu mewarnai gambar. Anak memang pasti akan selalu melewati garis karena perkembangan sensor motoriknya belum sempurna.

Jadi, setelah sambungan otaknya sudah sampai yaitu di usia 7 tahunlah waktu yang tepat bagi anak untuk dimasukkan sekolah. "Untuk usia play group sebaiknya hanya untuk benar-benar bermain," imbuh wanita yang mengambil gelar S3-nya di Department of Education, Florida State University, USA , itu.

Selain itu, dilanjutkan olehnya, pemilihan tenaga profesional atau staf pengajarnya pun jangan yang baru dikarbit untuk menjadi guru. "Dari Tujuan Instruktur Umum (TIU) ke Tujuan Instruktur Khusus (TIK) harus tahu betul, jadi itu diterjemahkan ke dalam mainan sehari-hari. Guru tidak mengerti karena PGTK hanya dua tahun. Di luar negeri, semakin rendah tingkat sekolah maka semakin tinggi guru pengajarnya," pungkasnya seraya menuturkan guru yang terbaik adalah ibu. (nsa)
link: http://pembelajaran-anak.blogspot.com/2009/01/ketahui-waktu-tepat-anak-masuk-sekolah.html